Canda atau Cita-cita?
![]() |
pixabay.com |
Tak jauh berbeda dari latar belakang keluarga Aima, Yode merupakan putra sulung seorang pegawai negeri sipil perikanan dan seorang ibu rumah tangga yang memiliki usaha toko keperluan sehari-hari. Ayah Yode merupakan alumnus instansi pendidikan yang sama, mengarahkan putra satu-satunya untuk mengikuti jejak langkahnya. Yode berhasil lulus seleksi dan menjadi seorang taruna perikanan.
Sore itu selepas kegiatan sore, Yode dan Aima yang cukup dekat setelah naik tingkat berencana jalan-jalan mencari makanan. Umaya, seorang taruni teman sekamar Aima turut serta dalam jalan-jalan sore itu.
Tiba-tiba Yode berceloteh diantara dua taruni temannya kala menunggu nasi soto pesanan mereka siap di meja. Aima yang saat itu diajak menemani Yode makan seperti mendapat kabar buruk yang membelalakkan matanya. Umaya yang juga kaget, menanggapi keinginan teman satu kelasnya itu dengan santai.
"Satu aja tak habis-habis ngapain punya empat, Yode...Yode."
"Ih, Pak Deku saja lo semua punya istri lebih dari satu," sahut Yode tanpa basa basi. Aima yang mendengar ucapan Yode seperti tersambar petir di siang bolong.
"He, memang Aima mau? Kerja aja belum sudah bercita-cita gitu," sahut Umaya. Umaya menangkap arti diam Aima kemudian segera melanjutkan ucapannya sebelum terpotong sanggahan Yode.
"Lagian, Yod..., jalan surga itu gak hanya dengan poligami kali, sealim apapun temanku ini jangan
seenaknya menempuh jalan ke surga dengan poligami. Gak terima aku." Gertakan peringatan Umaya diikuti gerakan tangan memeluk bahu Aima dan kepalan tangan lainnya di atas meja.
"Kan enak bisa saling membantu, biar lebih ringan."
Jawaban tanpa beban Yode membuat tak senang Aima yang tentu saja membuatnya kesal pun Umaya. Aima tak bisa meluapkan kekesalan atas sikap lugu seseorang yang dianggapnya cukup dekat. Umaya tau kedekatan mereka dan Aima yang pemalu tak ingin laki-laki yang mengajaknya makan sore ini, harus menerima luapan kekesalannya di hadapan teman sekamarnya, terlebih luapan kekesalan teman perempuannya.
"Sotonya, ayolah makan dulu terus balik ke asrama," kata Aima menerima tiga mangkuk nasi soto ayam dan tiga gelas teh hangat, mengakhiri perbincangan sore itu.